yang cenderung mataforis memberikan kemungkinan penyair menggunakan karakter suatu benda atau makhluk sebagai sarana melukiskan dan membandingkan karakter manusia maupun kondisi sosialnya. Kecenderungan ini dapat dilihat pada pemakaian istilah bébék, bang kembang, babuang, kembungan angin, don camplung, jaran, dedalu, ancruk, lindung, dan sebagainya. Melalui puisi-puisinya Made Taro mengajak pembaca melakukan autokritik terhadap irama hidup ini, seperti halnya irama-irama sadar dan bawah sadar manusia yang menyeret kita dalam permainan peradaban. Oleh karena itu, puisi-puisi ini pantas dibaca karena ia memberikan kesempatan bagi kita untuk tertawa, setidaknya menertawakan diri kita sendiri.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada Bapak Made Taro yang telah memberi kepercayaan kepada Balai Bahasa untuk menerbitkan kumpulan puisi ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Pemerintah Kota Denpasar karena telah memberikan bantuan dana melalui program kerja sama kebahasaan dan kesastraan yang telah dibina dengan baik selama ini. Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada saudara Drs. I Made Budiasa, M.Si. selaku penyunting dan kepada Ida Bagus Martinaya selaku ilustrator kulit buku.
Denpasar, 2004
Ida Bagus Darmasuta
Kepala Balai Bahasa Denpasar
ii