Kaca:Cerita Panji Dalam Sastra Klasik Di Bali.pdf/13

Kaca puniki kavalidasi

BAB I PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang


Penelitian Cerita Panji dalam Sastra Bali Klasik ini terlebih dahulu akan dibicarakan pengertiannya. Masalah itu menimbulkan beberapa pendapat yang patut dipertimbangkan dalam rangka kajian ini. Ada yang menyatakan bahwa sastra Bali itu mencakup semua hasil sastra yang terdapat dalam masyarakat Bali sekarang dan juga termasuk kesusastraan Kawi (Jawa Kuna dan Jawa Tengahan). Pengertian seperti itu merupakan akibat historis kesusastraan Bali itu sendiri karena kesusastraan Kawi itu hingga saat ini masih berfungsi dalam masyarakat Bali. Mereka menganggap bahwa karya-karya sastra itu sebagai milik sendiri. Hal ini akan diuraikan lebih lanjut dalam pembicaraan tentang fungsi Cerita Panji dalam masyarakat Bali.


Hal itu tampak juga dalam pembagian lontar yang terdapat di Gedong Kirtya Singaraja sebagai berikut: (1) kelompok Weda (Weda, mantra, dan kalpasastra); (2) kelompok agama (palakerta, sasana, dan niti); (3) kelompok Wariga (wariga, tutur, kanda, dan usada);(4) kelompok Itihasa (parwa, kakawin, kidung, dan geguritan);(5) kelompok Babad (pamancangah, usaha, dan uwug);(6) kelompok Tantri(tantri dan satua); dan (7) kelompok Lelampahan. Pembagian kesusastraan Bali dengan mengikuti penggolongan Gedong Kirtya itu diikuti pula oleh C. Hooykaas dalam tulisannya tentang sastra Bali (1979; 11--12).


Pendapat yang lain mengartikan bahwa sastra Bali sebagai hasil-hasil sastra yang hanya memakai bahasa Bali (I.G.N. Bagus dan K. Ginarsa, 1978). Dalam hal ini sastra Bali dibedakan atas dua bagian yaitu sastra Bali purwa (Bali klasik) dan sastra Bali anyar(Bali modern).


Dalam penelitian ini kedua pendapat itu akan diperhatikan. Pendapat per-


1