Kaca:Cerita Panji Dalam Sastra Klasik Di Bali.pdf/78

Kaca puniki kavalidasi

"Nah Beli ngantosang cai".

Rahadyan gelis matingkah,

mamusti nunggalang tanu,

mangarga Aji Kamoksan,

suksma jati,

mabakti maider buana.


224. Sampun puput musti ngastawa,

Rahadyan wecana aris,

"Inggih Gusti mriki tampekang,

sapasira pacang nyuduk,

prasida mragatang tityang?"

Gusti Patih,

alon mijil pangandika,


225. "Beli nikayang mragantang,

pagehang cai mangesti!"

Salyun iringane ngeton,

pada ya bengong kapangguh,

semune twara da ginggang,

bagus ririh,

tur bisa mangalap cita.


226. Gusti Patih malih ngandika,

"Beli matakon ring cai,

dening Beli tan uninga,

kawit caine ne malu?

Wangsan caine tuturang,

apang jati!

Rahadyan raris angucap.


227. "Sapunapi antuk tityang,

becik Gusti mamidonin,

yening tityang sampun pejah,


"Baiklah Kanda menunggumu."

Pangeran lalu bersiap-siap,

bersemadi menyatukan pikiran,

mengucapkan Aji Kamoksan,

syahdu sekali,

bersembahyang ke seluruh penjuru.


Sesudah selesai bersemadi dan berdoa,

Pangeran lalu berkata,

"Silakan Gusti mendekat,

siapa yang akan menikam,

untuk membunuh hamba?"

Gusti Patih,

perkataannya keluar perlahan,


"Aku diperintahkan membunuh,

tenanglah kamu memuja!"

Sebanyak pengantar yang melihat,

semua kelihatan termenung,

wajahnya tidak merasa takut,

tampan dan pandai,

serta selalu memikat hati.


Gusti Patih lagi berkata,

"Aku bertanya kepadamu,

karena aku tidak tahu,

tentang asal-usulmu?

Ceritakanlah kastamu,

yang sebenarnya!"

Pangeran lalu menjawab.


"Bagaimana hamba mengutarakan,

baiklah Gusti memperhatikan,

kalau hamba sudah mati,