Kaca:Cerita Panji Dalam Sastra Klasik Di Bali.pdf/81

Kaca puniki kavalidasi

69

raris meling ring pangraos,

pabesene sang alampus,

tui saja anak Menak,

ngrasengati,

liu pada mamangenang.


237. "Yening tuah janma Sudra,

tong dugi maciri lewih,

26a mirib pantes raja putra,

cirinnyane suba liu,

jatinnyane twara tawang,

twah ne esti,

nadya ngiring kau Nata."


238. Gusti Patih mangandika,

teken iringane sami,

"Nah ke pada pragatang,

aba ka bangbange tur urug,

tekaning Sanggar Lahapan!"

Puput sami,

saparikranan wong pejah.


239. Tan kocapan maring setra,

kocap sampun budal sami,

pada mangrasa pitresna,

pajalane ngantun-antun,

tan kocap jani ring marga,

gelis prapti,

mangojog raris ka pura.


240. Satekane maring pura.

Sang Prabu kari malinggih.

Sang Nata ngandika alon,

"Kenken Kaka peteng rauh?"

I Patih maatur sembah,

"Duh Sang Aji,

tityang nunas geng ampura.


lalu teringat akan perkataan,

pesan sang meninggal,

memang benar orang bangsawan,

merasakan diri,

banyak yang menyesal.


Kalau sungguh orang Sudra,

tidak akan berpratanda hebat,

mungkin benar putra raja,

cirinya sudah banyak,

yang sebenarnya tidak diketahui,

memang yang dijunjung,

selalu menurut perintah raja."


Gusti Patih berkata,

kepada pengantar semua,

"Sudahlah, selesaikan,

bawa ke Hang lahat dan timbuni,

bersama Sanggar Lahapan!"

Sudah selesai,

upacara orang mati.


Tidak terceritakan dikuburan,

diceritakan semua sudah pulang,

semuanya merasa belas kasihan,

jalannya sambil bersedih,

tidak diceritakan dalam perjalanan,

cepat tiba,

lalu menuju ke istana.


Setibanya di istana,

Baginda sedang duduk,

lalu raja bersabda pelan,

"Bagaimana kamu datang malam-malam?"

I Patih berkata dan menyembah,

"Ampun Tuanku,

hamba mohon maaf.