Kaca:Dongeng Panji Dalam Kesusastraan Bali.pdf/71

Kaca puniki kavalidasi

"Mengapa lbu menangis" Kemudian dijelaskan oleh ibunya bahwa beliau dilarang menenun. Raden Mantri Anom berkata lagi,

"Silakan Ibu, teruskan saja menenun! Untung saya tidak di sini ketika itu. Andaikata saya sooang berada di sini dan tahu bahwa lbu dilarang oleh ayah, bila perlu berkelahi pun saya tidak mundur. Tidak lain yang menyuruh ayah melarang ibu menenun pasti Galuh Liku. Ayah telah memanjakan I Liku." Ucapan putranya didengar oleh Raden Mantri. Sejak itu Raden Mantri tidak berani melarang Raden Galuh menenun. Sekarang diceritakan sudah genap 42 hari I Galuh Liku di sana dan guna-guna yang dimilikinya menjelma menjadi burung layang-layang putih yang terbang ke arah timur laut. Karena itu, Galuh Liku tidak cantik lagi pada penglihatan Raden Mantri. Karena marahnya, Galuh Liku disepak oleh Raden Mantri dan I Patih diperintahkannya menyeret Galuh Liku. I Patih yang sejak semula memang tidak senang pada I Liku, kemudian mengambil tali lalu mengikat Galuh Liku. Setelah terikat lalu diseret terus dibuang ke dalam jurang."Matilah Galuh Liku. Raden Mantri Anom melihat I Patih menyeret Galuh Liku. Beliau bertanya,

"Kakek, mengapa I Liku diseret, siapa yang menyuruh?"I Patih menjawab,

"Ayah Tuanku yang memerintahkan hamba".

"Ah, rupanya telah punah guna-guna yang dipakai oleh Galuh Liku, sehingga dia diperlakukan demikian", demikian kata Raden Mantri Anom sambil tertawa. Dengan matinya Galuh Liku, Raden Mantri tinggal sendiri dalam kamar. Mengingat perbuatan yang pernah dilakukannya terhadap anak dan istrinya, Raden Mantri malu memanggil mereka. Raden Mantri seperti orang gila, di mana-mana beliau duduk termenung. Badan beliau kurus dan kotor. Raden Mantri Anom diam saja tidak pernah menyapa ayahnya, beliau hanya memperhatikan gerak-gerik ayahnya. Pada suatu ketika Raden Mantri Anom melihat ayahnya sedang duduk di halaman depan istana. Melihat keadaan itu beliau merasa khawatir kalau ayahnya pergi ke pasar. Andaikata ayahnya nekat pergi ke pasar dan termenung di sana, betapa malu perasaan beliau melihat ayahnya demikian. Raden Mantri Anom mendekati ayahnya,

"Ayah, mari pulang ke istana, jangan duduk di sini!" Raden Mantri masuk ke istana diiringkan oleh Raden Mantri Anom. Se-

65