105. Kalau berbohong besar dosanya, kepanasan direbus, dalam jambangan bersuara kecil, sepuluh tahun hukumannya, kalau bersalah kepada pendeta, seperti air mengalir, yang bersalah juga dapat sengsara, karena sang pendeta seperti dewa.
106. Atma tanpa cucu bergantung pada bambu besar, bergelayutan diembus angin, seperti daun kayu kering, menangis
sayup-sayup di atas, ada lagi dilihat atma, duduk di atas
rumput kering, kurus kering badannya, setiap persendian
merah dan besar.
107. Itu atma orang menolak pemberian, ada lagi atma, berdua suami istri, ada memikul ada menjunjung, menjinjing, menggendong memikul, berat membawa kekayaan, orang kaya yang kikir namanya itu, mempergunakan kepunyaan sendiri tidak rela, apalagi berdana punia.
108. I Bagus Diarsa berjalan-jalan pelan, tiba-tiba kelihatan,
kahyangan Betara Gori, candi putih kelihatan, kayu teja
kayunya, rumah perak namanya, I Bagus Diarsa merasa
payah, ingin di sana berhenti, tiba-tiba dilihat dua orang
manusia.
109. Berhadap-hadapan berdiri, dilihat di bawah pohon, berbicara berdua, itulah Hyang Penyarikan, berdua berbicara, dengan Begawan Mrecukunda, Bagus Diarsa berteduh, berteduh di bawah pohon teja, Hyang Penyarikan berkata.
110. Atmanya siapa duduk di sana, berkilauan sinarnya, kira-kira itu atma orang baik, I Bagus Diarsa menyembah, oh Tuhanku, hamba ini bukan atma, hamba manusia masih hidup, karena titah Sanghyang Siwa Hyang Penyarikan berkata.
111. Benar! sekarang aku baru teringat, dengan
seluk-belukmu, karena sudah tercantum dalam surat, silakan di
sana berteduh, Bagus Diarsa mengiakan, tiba-tiba datang
atma, bersamaan kira-kira lima ratus, tetapi semuanya at-
21