oleh I Bagus Diarsa,
181. Lalu ia berkata halus, adikku Sudadnyana, berikanlah saya sajen burat wangi, upacarai ayam yang tadi, asep menyan majegau, Ni Sudadnyana segera membuat sesajen, menggoreng untuk sajen tadal sukla, konon sajennya sudah selesai.
188. I Bagus Diarsa lalu mandi, berpakaian serba putih, dengan memakai selempod, putih dengan bersisir rapi, bersajen sudah selesai, asep dupa menjulang tinggi, pantas seperti pemangku, menyembah-nyembah di sanggar, bersujud penuh kepercayaan.
189. Selesai bersajen lalu keluar, duduk di teras, berdua suami istri, Bagus Diarsa berkata, anakmu saya jumpai, lupa-lupa ingat saya melihat, tiba-tiba sudah besar dan ganteng, bersalin rupa berwibawa, air mukanya berwibawa,
190. Ni Sudadnyana lalu berkata, di mana tempatnya? anak tuanku itu, berkata Bagus Diarsa, berbisik kepada istrinya, cukup sudah ia menyeritai isteri bersenda gurau, akhirnya ia berkata.
191. Itu apa tuanku? yang ada dalam bungkusan, Bagus Diarsa menjawab, itu anugrah Sanghyang Guru, uang taruhan dibukanya, akhirnya segera dibukanya, dilihat mirah dan intan serba indah, sinarnya berkilauan, pantas untuk busana seorang raja.
192. Ni Sudadnyana lalu berkata, tuanku makanlah dulu, hari sudah hampir sore, Bagus Diarsa berkata, silakan sediakan dulu, isterinya lalu segera, ke dapur menghidangkan, setelah selesai menghidangkan lalu Bagus Diarsa makan.
193. Setelah selesai makan, lalu memakan sirih, ayamnya setiap hari ditengok, terus menerus siang malam, dengan sajen buratwangi dan dupa harum, diaturkan di sanggar kemulan, konon ada sudah 9 hari, tiba-tiba datang petugas desa supaya mengadu ayam besoknya.
194. Itu atas kehendak Gusti Agung, taruhannya sebanyak-
33