Kaca:Geguritan Bagus Diarsa.pdf/39

Kaca puniki kavalidasi

220. Bagus Diarsa berbelas kasihan, mau memberi hidup, rak­yat semua pada menjerit, minta hidup menyerah, sambil jongkok berkumpul, sesudah semua diberikan, I Bagus Diarsa turunlah,
semua rakyat menghadap, untuk meng­adakan perjanjian.

221. Pendeta siwa buda datang, jumlahnya ada empat puluhan,
semua anak buahnya mengikuti, semua memakai pakai­an adat, selalu bersabda halus, wahai! Gusti Bagus Diarsa, janganlah kemarahan
itu dibiarkan berlarut-larut, saya menyerahkan diri, saya bersedia menjunjung tuan.

222. Sekehendak pikiran tuanku saya menurut, tidak menen­tang,
sedikit pun juga, Bagus Diarsa bergurau, akhirnya
berkata halus, jangan pendeta khawatir, jauh kemungkin­an saya akan bermusuhan, kepada pendeta, pendeta ada­lah junjungan saya.

223. Para pendeta menjawab bersamaan, jawabannya sama,
saya menurut kehendak tuanku, Bagus Diarsa berkata,
ya, para pendeta, lalu membuat suatu perjanjian, para
pendeta berkata, ya saya menurut saja, konon perjanjian sudah selesai.

224. Segera setelah selesai membuat perjanjian, semua rakyat­nya,
baik kaum kesatria maupun kaum brahmana, serta sanak saudaranya, datang juga semuanya. Bersamaan da­tang semua, semua menyerahkan diri, berkumpul sambil menyembah kepada Diarsa.

225. Yang disembah lalu berkata saudara-saudaraku semua,
jangan kau membiarkan, mayatnya I Gusti Agung, kerja­kan supaya selesai tata cara, rakyatnya menurut, memba­wa ke kuburan dengan segera, membuatkan tempat mem­bakar, lalu dibakarnya.

226. Tidak terkatakan hari sudah malam, besok paginya, Ba­gus
Diarsa dihadap, sanak saudaranya datang, mendata­ngi I Bagus Diarsa, juga para pendeta, Gusti Sulaksana ju­ga datang, dengan Gusti Samirana, hatinya khawatir dan gemetar.


38