227. Dibayangkan berapa mayat yang sudah meninggal, karenanya hatinya khawatir, lalu duduk di paling sudut, menuli tanah dahulu jadi raja sekarang jadi rakyat, setiap menit melirik, melihat I Gusti Agung Bagus Diarsa, kalau iadibicarakan, terlalu pandai dan banyak upaya.
228. Teringat kepada perbuatannya yang lalu, terlalu jelek, kikir dan senang mendayakan rakyat, dan mempunyai perasaan aku,maksudnya mempelajari kewibawaan, tanpa mempelajari darma sastra, bertindak terlalu bebas, siapa yang berani pada dirinya, diadukan kepada ayahnya.
229. Dikira akan menjadi raja selamanya, seperti sekarang sudah jadinya, berpikir berdasarkan daya upaya, sekarang bertemu sudah kesusahan, pantas tidak memakai ukuran, diikat oleh nafsu, menyebabkan diri ketakutan, karena si ayah terlalu berbuat adarma, makanya jarang orang bisa sorga.
230. Konon tingkah laku I Bagus Diarsa, dalam pertemuan resmi, bersikap ramah tamah, berkata diselingi dengan bergurau, tidak ada yang merasa tidak puas, memang seorang yang bijaksana, setiap perkataan yang ke luar menyenangkan dalam perdamaian sepantasnyalah menjadi seorang raja.
231. I Bagus Diarsa setelah menjadi raja lalu berganti nama, sekarang bernama Gusti Agung Nitigulati, karena taat dalam perkataan, tidak bersifat acuh tidak acuh, karena selalu berbuat baik akhirnya bertemu juga dengan kebaikan, memang disertai pertolongan Tuhan, makanya mengalami kebahagiaan yang tiada taranya.
232. Para pendeta berkata bersamaan, maafkan saya, sekarang akan menyebabkan sesuatu kepada tuanku, dari dahulukala, saya belum pernah mendengar, seperti tuankukeadaannya, seorang raja yang pemberani menundukkan musuh, memakai kendaraan garuda, dalam cerita pun belum pemah saya dengar.
233. Bukannya saya sombong, memuji, menuruti kehendak tuanku, sepatutnyalah tuanku, menggantikan I Gusti Agung,
39