tua itu berkata, tuanku! saya mohon sesuatu, kini sudah hampir malam, batuk saya kumat lagi, saya tidak bisa pulang, saya mohon penginapan, besok saya baru permisi pulang.
22. Bagus Diarsa lalu mengajak ke rumahnya, sesampai di rumahnya, ketika orang pada menyalakan lampu, Bagus Diarsa berkata, sekarang dinda menerima tamu, silakan bersiap-siap memasak, istrinya segera menakar beras, ke dapur lalu memasak, Bagus Diarsa berbincang-bincang dengan si kakek.
23. Ceritanya tidak menentu, ke sana ke mari, kadang-kadang mengenai hal-hal hidupnya, kadang-kadang hal mati, si kakek berkata, tuanku saya sangat lucu, besar permintaan saya, kadung tuanku berbelas kasihan, saya akan meminta putra tuanku, saya akan ajak pulang besok.
24. Besok lusa bila ia sudah besar, saya menghaturkan, serta menyerahkan kepada tuanku, supaya ada yang menjaga, rumah saya di gunung, bila saya tidak di rumah, saya sering pergi melancong, ke utara ke pinggir sungai, mencari jamur untuk sayuran.
25. Rumah saya letaknya di puncak gunung, dinginnya sampai ke tulang, rasanya, di tempat matahari terbit, di tempat matahari terbenam, rumah saya hanya satu, memakai lambang pohon jarak, letaknya di ketinggian menghadap ke barat, saya memelihara kambing dalam kandang, tujuh ekor dengan anaknya.
26. Saya memelihara ayam aduan, yang belum pernah diadu, dengan rupa serba istimewa, sa kedas sandeh jambul, ma-ta linglang godeg sangkur, tegil lingker koping barak, yang satu lagi rupanya, klau barak suku dara sandeh dan telinganya merah.
27. Kakinya putih seperti manik air, yang satu lagi, biing selem telinganya kuning, kakinya rerajah, susuknya kuning seperti tatur, jambul barong-godeg maja, Bagus Diarsa ber-
8