Kaca:Geguritan Calonarang.pdf/113

Kaca puniki kavalidasi

juluknia pinanding,

tunggul wus pinasang,

bedil akanda-akanda,

tabeh-tabehan umumni,

lakuning bala,

sumahab luir jaladi.


402. Umung wijah asurak asangguhan,

pating pelucuting bedil,

gong bubar asimban,

yaya karungguing wiat,

gerebeging bala lumindih,

kadi giwang,

pakatoning bumi.


403. Asinang kadbuta aleping sanjata,

tan pendah gunung sari,

maderaning pura,

tandange kawigaran,

sawang angaduanken jurit,

pembah ning bala,

balembeng tan paganti.


404. Awiatara muni gatita ping sapta,

manda tejaning Rawi,

kuneng Sri Narendra,

manjingeng jero kedatan,

lebar sakwehing anangkil,

angungsi wesma,

sama anamtami kapti,


405. Pirang warsa laminira seri narendra,

manggih kadipatin,

wareging wibawa,


gamelan bersuara,

tunggul telah dipasang,

bedil bersahut-sahutan,

gamelan bersuara,

jalannya prajurit,

bergulungan seperti ombak laut.


Ramai mereka bersorak sorai,

peluru senapang mendesing,

gong kendang bersuara gemuruh,

bergema suaranya di langit,

deru prajurit mengamuk,

seperti bergetar,

kelihatannya bumi tersebut.


Mengherankan cahaya senjata itu,

tidak ubahnya seperti gunung bunga,

mengitari kerajaan,

gerak-gerik (prajurit) bergembira,

perumpamaannya tentang prajurit,

jalannya prajurit,

(seperti) hujan lebat tak henti-hentinya.


Kira-kira kentongan berbunyi tujuh kali,

sudah sore (tak terik lagi cahaya Surya),

lalu sang raja,

masuk ke dalam keraton,

bubar semua yang menghadap,

menuju rumah (masing-masing),

semua menyenangkan diri.


Entah berapa tahun lamanya sang raja,

menjadi raja,

puas dengan kemasyuran,


114