Kaca:Geguritan Calonarang.pdf/52

Kaca puniki kavalidasi

177. Sigra tumama pernah sang dwija wara,

kascarian tuas sang mantri,

tumona ring warna,

abang sengsengning netra,

suketing janggut rawis,

acereng tumingal,

rengunira amipis,


178. Madapa tumungkul angadepeng lemah,

kuneng sang mahayati,

sigra sira atakuan,

hendi sangkenta dewa,

kasepera haneng asrami,

warah saduga,

ri abimatang gati.


179. Sawur sembah sang mantri angapaksana,

semu res wetaning ling,


singgih muni iswara,

andika seri narendra,

marekeng Daha nagari,


pindaning gata,

mene ring benjing-benjing.


180. Kagiat sang menindra rasa raseng cita,

paran siganaki,


kula he pininang,

wekasana cap paran,


denira narepati,

keda mareka,

paran gatraning nini.


"Segera masuk mendekat sang pendeta agung,

heran hati sang mentri,

melihat rupanya,

merah cahaya matanya,

lebat janggut dan kumisnya,

tajam pandangan matanya,

alis beliau halus-rapi.


Dengan khidmat menunduk menghadap ke tanah,

adapun sang pendeta agung,

segera beliau bertanya,

dari mana asalmu anakku,

ke mari mampir di asrama,

katakan dengan sebenarnya,

mengenai maksud kedatanganmu.


Menjawablah dengan hormat mentri seraya minta ampun

nampaknya takut-takut keluar bicaranya,

ya yang terhormat pendeta agung,

atas perintah seri paduka raja,

(yang mulia pendeta) diminta menghadap di daha,

mohon secepatnya,

besok pagi-pagi.


Kaget sang pendeta agung serta berpikir-pikir dalam hati,

Bagaimana {barangkali) keadaannya,

makanya diriku dipanggil,

bagaimana kira-kira perhitungannya,

tujuan sang raja,

menyuruh datang ke sana,

bagaimana kabarnya anakku.


53