Kaca:Geguritan Mladprana.pdf/94

Kaca puniki kavalidasi

90

8. Agar Kakak tenang berperang, kalau demikian Adik menunggu, di pinggir hutan sana, kamu ini sekalian, seperti Ni Ulasari, semua mengiringi, berjalan di sana menunggu.

9. Tidak diceritakan kelima perempuan di hutan, sekarang diceritakan pertempuran, semua prajurit, bersorak merebut si raksasa, memanah menombak manulup menembak, raksa tidak bersinar, bagaikan dibangunkan marahnya.

10. Bergerak maju bagaikan singa memburu kijang, prajurit diinjak merintih, matanya muncrat, ada yang perutnya meleleh, limpa paru-paru dan hati, kepalanya hancur, ada lumpuh pincang.

11. I Tumenggung sangat malu hatinya, melihat prajuritnya kesakitan, selain yang sakit sudah mati, menyingkir tidak menghiraukan teman, sekarang menyerang beliau, bersiap akan berlaga, belum dapat ditandingi sudah mati.

12. Kemudian dua orang mentri sudah siaga, baru membentangkan panahnya, sudah kena tombak pendek, matilah keduanya, prajurit sisa yang mati, takut bergulungan, batuk tersengal-sengal tidak menoleh.

13. Bebas gemetar pada ketakutan, beliau Demung menjajagi, kemudian ditanyainya, sebab pada lari, prajurit tidak ada yang menyahuti, gemetarlah badannya ditumbak juga masih menunduk.

14. Beliau Demung segera mengambil kuda, memutar tombak sembari menuding, "Kau Mladprana, ini Demung kini hadapi, masak kau tidak akan mati." Setelah selesai berkata, raksasa dekat melihat.

15. Kemudian Demung dibanting, bersama kudanya lalu mati, prajurit membalaskan, seribu orang bersatu, merebut raksasa tidak mundur, prajurit banyak yang mati, sisa yang mati pada menyingkir.

16. Gusti Patih Bayahuri membalaskan, menduduki gajah, memutar senjata, baru ditusukkan tombaknya, gajah kena lalu mati, I Patih melompat, dengan tujuan menghindar.

17. Cepat menghunus pedang untuk memenggal, pedangnya terlepas, I Patih ditarik rambutnya, oleh kedua raksasa, ditusuk darahnya diminum, dipotong-potong, mayatnya Ki Gusti Patih.

18. Sang Prabu melepaskan tanahnya, senjata itu dimakan habis, oleh raksasa itu, kemarahan raksasa semakin menjadi, melepas senjata tombak keduanya, terkena Siandana, remuk beserta kusirnya.

19. Sang raja melompat menahan kecewa, menghadapi raksasa sangat sakti, karena terasa khawatir, tidak kalah dalam perang, kemudian sang raja, menyatukan pikiran, berwujud Santabudi.