Kaca:Geguritan Rusak Sasak.pdf/161

Kaca puniki kavalidasi

rabi papacangan malih,

papingitan sairingan,

wenten angan satus siki,

ne istri lanang muani,

brahmana makadi wiku,

adauh bebas telas,

bangke layone matindih,

tuting cenik,

ditu ada milu rusak.


511. Wiakti buka pituduhang,

ne asiki durus licin,

Anak Agung Nengah Karang,

sairingan ida kari,

mangantos kaler hening,

suradadu tuara tau,

reh Anak Agung ida,

mabelat tukad malinggih,

karena luput,

mangkin manggisiran genah.


512. Ka Tohpati sairingan,

manggeh pakayunan ginting,

sairingan keni rusak,

i tuan misti nagingin,

mahelet wengi raris,

suradadu sampun rauh,

ka Tohpati mangambiar,

Anak Agung ngamijilin,

nging masurung,

baan kursi kalinggihang.


para istri dan para selir,

diikuti oleh gadis-gadis yang
dipingit,

kira-kira ada seratus orang,
laki perempuan,

para brahmana dan pendeta,

semua hancur,

mayat-mayat bangsawan dan

rakyat bertumpuk-tumpuk,

sampai pada yang anak-anak,

di sana ikut hancur.


Seperti sudah takdir,

yang seorang selamat,

yaitu Anak Agung Nengah
Karang,

dengan para pengikutnya,

menunggu di utara sungai,

serdadu Belanda tidak
mengetahui,

karena tempat beliau (Anak
Agung),

tinggal di seberang sungai,

itulah sebabnya beliau
selamat,

sekarang beliau berpindah
tempat.


Menuju ke Tohpati dengan
para pengikutnya,

sudah mengambil tekad pasti,

biar semua hancur,

serdadu juga melayani,

terhalang karena malam telah
tiba,

serdadu sudah datang,

menyebar ke Tohpati,

Anak Agung keluar,

tetapi dengan kereta dorong,