Kaca:Geguritan Sewagati.pdf/56

Kaca puniki kavalidasi

153. Ni rangde alon mangucap,

punika pudak matulis,

puputing raos punika,

Ni Sewagati nanggapin,

mahules sutrane putih,

kalukar ulese sampun,

katon pudake masurat,

dinuluran sekar wangi,

merebuk harum,

gambir lir giro dulurnya.


154. Tumuli raris winaca,

kabaos sajeroning hati,

kakawin lagunia reke,

duk Bimaniu mamaling,

Sang Diah Sitisundari,

duke ring taman katemu,

dimuluran ya wacana,

apang durus ica gusti,

duaning uyung,

titiang kapanasan cita.


155. I dewa manesin titiang,

luir taru lata muang teki,

kalaning sasih kapat,

yan tan idewa mangurip,

tan durung titiang mati,

kapanasan nandang sungsut,

idewa makadi bunga,

bungan tunjung nilawati,


Si rangda berkata perlahan,

"Ini bunga pudak yang bertulis,"

selesaikan pembicaraan itu,

Ni Sewagati mengambil,

dibungkus dengan sutra putih,

sudah dibuka pembungkusnya,

terlihatlah bunga pudak bertulis,

bersama-sama dengan sekar yang harum,

serbuk harum,

bersama gambir lir giro.


Lalu segera dibaca,

dibaca dalam hati,

adapun syair lagunya,

waktu Bimaniu mencuri,

Sang Diah Sitisundari,

pada waktu pertemuannya dalam taman,

disertai dengan kata-kata,

Mudah-mudahan gusti ayu berkenan,

karena gelisah,

saya terbakar api cinta.


Adinda yang membakar diri saya,

bagaikan kayu lata dan rumput teki,

pada waktu bulan keempat (kemarau),

jika tidak adinda yang menghidupkan,

tentu saya mati,

kepanasan menderita kesedihan,

adinda bagaikan bunga,

bunga teratai nilawati,

55