Kaca:Geguritan Sewagati.pdf/60

Kaca puniki kavalidasi

semu kagiat,

I Ratnasemara mananggap.


165. Raris winaca ring manah,

Nawangrum mungguh ring tulis,

duke ngutus Madukara,

punika mungguh ditulis,

sasuratan alus rawit,

milik ambune mamugpug,

tampake inggel atap,

kakecape muluk manis,

mirib tuhu,

Nawangrum masasambatan


166. Sampun ia natas winaca,

I Ratnasemara semu sedih,

mirengang unining surat,

yan teresna tekening pati,

luir betel manah langit,

suka merta idep ipun,

luir kehudanan merta,

bungah tan panandang lewih,

gelisang wuwus,

peteng lemah ia rawosang.


167. I Ratnasemara mangatgat,

kenehe tuah prejani,

laut ia makarya surat,

laut wiwane kaangit,

duk Suprabane kapanggih,

ring Sang Watekwaca Agung,


agak terkejut,

I Ratnasemara mengambil.


Lalu dibaca dalam hati,

ceritra Nawangrum diungkapkan dalam surat,

ketika mengutus Madukara,

itu yang termuat dalam surat,

tulisannya sangat indah,

bau harum semerbak,

bentuk tulisannya indah dan rata,

kata-katanya indah manis,

bagaikan sungguh-sungguh,

Nawangrum yang berkata.


Setelah selesai dibaca,

I Ratnasemara termenung,

membaca isi surat,

sungguh cinta sampai mati,

bagaikan tembus memanah langit,

sangat berbahagia hatinya,

bagaikan kejatuhan hujan air kehidupan,

merasa mewah tanpa berpakaian yang baik,

tersebutlah,

siang malam jadi pembicaraan.


I Ratnasemara mengomel,

pikirannya supaya terjadi seketika,

lalu dia menulis surat,

ceritra wiwaha*) yang diungkap,

ketika Dewi Supraba ditemui,

oleh raja Niwatekwaca,


  • ) maksudnya cerita Arjuna Wiwaha.

59