Kaca:Geguritan Sewagati Analisis Struktur & Fungsi.pdf/43

Kaca puniki kavalidasi

tampan yang bernama I Ratnasemara. Mereka saling jatuh cinta. Kisah cinta mereka berjalan tanpa ada hambatan walaupun banyak pemuda lain yang ingin mendapatkan cinta Ni Sewagati. Salah satu di antara pemuda itu adalah I Mudalara. Ia tidak berusaha berkompetisi untuk merebut hati Ni Sewagati. Hal itu mungkin disebabkan oleh rasa rendah dirinya karena merasa dirinya tidak tampan dan bentuk fisiknya sangat jelek. la hanya berusaha mendekati orang tua Ni Sewagati dengan mengatakan
bahwa ia bersedia membantu berbagai pekerja, seperti memperbaiki rumah dan bekerja di sawah.

I Ratnasemara sering menyampaikan isi hatinya melalui surat. Dengan melalui surat pula, ia berjanji akan menemuai Ni Sewagati pada suatu malam. Ni Sewagati pun dengan setia menunggu kedatangan I
Ratnasemara.

Cerita itu berakhir ketika I Ratnasemara mendatangi rumah Ni Sewagati sesuai dengan janjinya. Ni Sewagati menyambut kedatangan I Ratnasemara dengan senang hati. Sebagai hasil karya sastra, geguritan di Bali memiliki peranan yang cukup penting. Seni pertunjukan di Bali, misalnya seni arja, banyak diilhami oleh cerita yang ada dalam geguritan. Hal itu sejalan dengan pendapat Bandem (Dalam Suastika, 1997:334) bahwa topik-topik geguritan biasanya diangkat sebagai pokok cerita pertunjukan arja. Misalnya, Calon Arang, Basur, dan Jayaprana.

Hal itu juga didukung oleh adanya kelompok pesantian yang sampai saat ini, terutama di daerah pedesaan di Bali, masih aktif mengadakan kegiatan apresiasi sastra. Salah satu acaranya adalah menyanyikan geguritan dan menjelaskan makna kata-kata yang terdapat dalam setiap
pupuh dalam geguritan itu.

Dalam kaitannya dengan upacara keagamaan Hindu di Bali, kelompok pesantian itu selalu berpartisipasi. Misalnya, kalau ada upacara piodalan di pura, kelompok pesantian melantunkan lagu-lagu pujian yang dapat memberikan suasana khidmat. Lagu-lagu pujian itu merupakan sarana pelengkap upacara.

Di samping itu, geguritan juga sering dinyanyikan pada malam hari di rumah orang yang akan melaksanakan upacara Manusa Yadnya. Di antara upacara itu, ada upacara perkawinan. Dalam upacara perkawinan

32