Kaca:KAJIAN NILAI GEGURITAN CUPAK GERANTANG.pdf/169

Kaca puniki kavalidasi

160


kejadian yang dapat dkesampingkan dengan tidak mengganggu jalannya pokok cerita dsebut alur longgar. Dalam kaitan dengan kajian insiden pada cerita Geguritan Cupak dan Gerantang itu akan diungkapkan peristiwa-peristiwa yang menarik yang berfungsi sebagai pembangun alur lurus.


Cerita Cupak dan Gerantang itu dimulai dengan peristiwa yang sifatnya supernatural, akrodati atau mujizat dengan tumbuhnya jamur kembar pada sebuah batu yang berada di dalam hutan. Kebetulan pada saat itu Men Bekung bersama Pan Bekung sedang berada dalam hutan untuk mencari daun-daunan dan kayu api. Demikian dilihat Men Bekung jamur kembar tersebut lalu dipetiknya. Setelah sampai di rumah jamur itu dipakai sayur lalu dimakan. Berselang beberapa lama Men Bekung mengidam yang pada akhirnya melahirkan bayi laki-laki kembar yang sangat berbeda rupanya. Pan Bekung sangat berbahagia dengan kejadian itu, yang berarti ketawakalan doa mereka berdua sudah berhasil, lalu mereka hidup berbahagia tanpa kurang suatu apa. Pada saat bayi kembar itu lahir dibarengi dengan kejadian yang aneh, gempa menggoncang bumi, matahari bersinar terang dengan petir halilintar dan pelangi bulat, tegak dan memanjang serta hujan lebat yang jaraknya jarang. Itu semua pertanda keajaiban bayi kembar yang lahir.


Insiden yang menyusul yaitu minggatnya I Gerantang dari rumah karena orang tua mereka dimakan fitnah I Cupak. Keadaan rupa yang berbeda yang sampai juga menjalar ke batin menyebabkan gelagat mereka berbeda. I Cupak merasa iri hati dan dengki kepada I Gerantang. Karena itu dia menginginkan supaya I Gerantang pergi. Dengan fitnah I Cupak berhasil mengusir I Gerantang. Tetapi I Gerantang karena tidak suka membuat keributan terus-menerus di rumah karena sudah diketahui ulah I Cupak demikian. Maka I Gerantang rela pergi dengan hati yang sadar namun belum mempunyai tujuan yang pasti Ketika dia sampai di tengah hutan pada suatu tebing yang dalam di bawah air terjun dan di bawah ada sebuah sungai mengalir deras, I Gerantang rasanya mau mati dengan menerjun