Kaca:KAJIAN NILAI GEGURITAN CUPAK GERANTANG.pdf/196

Kaca puniki kavalidasi

187

rakat Bali untuk menjadikannya ungkapan selorah dalam pergaulan hidup masyarakat suku Bali sendiri Barang siapa yang kuat makan, mau makan lahap dan banyak tetapi cara makannya acak-acakan saja maka dia akan dijuluki Si Cupak. Dan dia yang tampan berpenampilan sopan dijuluki bagaikan I Gerantang. Sungguh cerita ini menarik dan merakyat.


Untuk menjaga jangan sampai dongengan itu lenyap, punah dari peredarannya maka atas usaha ahli tembang pupuh (sekar alit, macepat, sinom pangkur) Anak Agung Anom Sudita Pering yang dibantu oleh Anak Agung Ngurah Alit dari puri Dencarik Bangli berhasil menyadur cerita dongeng Cupak dan Garantang itu ke dalam geguritan. Maka tersusunlah sebuah naskah geguritan Cupak dan Gerantang tahun 1961 dan diterbitkan dalam bentuk stensilan oleh penerbit Pustaka Balimas yang bertempat di jalan Dr. Sutomo atau jalan Arca pada tahun 1965. Pada kulit luar naskah itu ada komentar dari penyadurnya seperti ini:


"Ini adalah cerita lama yang hidup di tengah-tengah msyarakat Bali dan sering dilakonkan. Melukiskan dua watak yang bertentangan lahir batin. Sesudah mengalami 1001 siksaan dunia dan ujian maut, akhirnya keduanya mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan. Cupak menjadi prabu Gerobag Besi dan Gerantang menjadi raja Kediri Konon Cupak penjelmaan Brahma dan Gerantang titisan Wisnu.

Ceritanya hebat, sedih, lucu dan memuaskan.”


Menenai komentar tersebut menunjukkan bahwa memang benar cerita Cupak dan Gerantang itu menarik dan meresap di hati masyarakat Bali, sering ditonton sebagai hiburan, direnungkan dan diresapkan sebagai pendidikan dan ajaran.


Geguritan dibaca dengan cara menembangkan, melagukan, membaca sambil menyanyi Cerita Cupak dan Gerantang yang berbentuk geguritan atau nyanyian rakyat itu dibaca dengan alunan irama yang merdu sesuai dengan pupuh (pada lingsa,