Kaca:Struktur Novel Dan Cerpen Sastra Bali Modern.pdf/108

Kaca puniki kavalidasi

97

yang tengah dilanda cinta ini pun lulus. Sudah tentu kedua anak muda ini
gembira sekali. Sayang sekali, akhirnya kegembiraan mereka lenyap karena
mereka tidak mampu melanjutkan pelajaran ke perguruan tinggi. Alasan
mereka sama, yaitu faktor ekonomi. Lebih-lebih bagi Luh Rasmi, kema­-
langan menindihnya bertubi-tubi. Sudah lama ia ditinggalkan oleh ayahnya.
Hari itu ia juga harus menerima takdir untuk menjadi anak yatim piatu
karena secara mendadak ibunya juga meninggal dunia. Pada hal, ketika ia
pulang dari sekolah melihat pengumuman hasil ujian itu, ibunya masih
dalam keadaan sehat. Dengan kesedihan yang amat sangat, Luh Rasmi
menerima cobaan ini. Dengan meninggalkan warisan yang tidak seberapa itu,
Luh Rasmi menyelesaikan upacara pembakaran mayat (pengabenan) ibunya.

Dalam keadaan hidup sebatang kara, ada seorang tetangganya, Ketut
Latri, yang selalu setia menemaninya tiap malam. Ketika dua orang yang
bermaksud jahat, Wayan Sarka dan Ketut Genyol, datang ingin memperkosa
Luh Rasmi, Ketut Latri pula yang datang menolongnya pada malam yang
naas itu. Barulah kemudian berdatangan tetangganya memberi pertolongan
dan penghukum kedua pemerkosa tersebut.

Sebagai pemuda yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, Wayan Nendra
merasa gelisah selalu. Ia sadar bahwa mencari pekerjaan pun sulit, sedangkan
adiknya banyak. Pada suatu hari ia diajak berunding oleh teman nya,
Nyoman Sugita. Ia diajak ikut serta dalam program Desa Pemuda di
Sumatra. Syaratnya, peserta harus sudah berkeluarga. Ini pula yang
merisaukan hatinya karena terpikir olehnya betapa berat beban orang
tuanya dalam keadaan miskin seperti itu. Akhirnya, ia mengambil kepu-­
tusan untuk ikut serta dalam program itu. la sadar bahwa sebagai bagian
dari generasi muda bangsa, ia harus berani memelopori pembangunan untuk
mengisi kemerdekaan, meneruskan cita-cita pejuang terdahulu. Sebagai
generasi muda, sekaranglah saatnya baginya untuk tampil sebagai peJopor
pembangunan bangsa.

Dengan tekad seperti itu, kedua sahabat itu, Wayan Nendra dan Nyoman Sugita, mempersiapkan diri untuk berangkat ke Sumatra. Dalam waktu bersamaan mereka kawin, walaupun dengan upacara yang sederhana. Luh Rasmi pun menyadari peranannya sebagai bagian generasi muda bang-
sa. Sebulan kemudian mereka berangkat transmigrasi pemuda ke Sumatra
dengan penuh keyakinan dan optimisme. Mereka diantar oleh sanak
famili masing-masing.