Kaca:Struktur Novel Dan Cerpen Sastra Bali Modern.pdf/42

Kaca puniki kavalidasi

31


Durung keni bengken kukure ipun kagiat tangkejut, dening ring bet punika wenten ula mageng nyeleg, rupannyare krura pisan. Kulite rengreng, matanipun nyemrot layahe selep-selep, tingkahe sekadi jaga nyander pacang magut. (Sunari, hal. 50).

'Belum didapatkan bangkai tekutur itu; ia terkejut karena di semak­-semak itu ada ular besar rupanya menakutkan sekali. Kulitnya belang, matanya memaancar, lidahnya menjulur seperti aka menggigit.' (Sunari, hal. 50).

Dari bagian ini dapat ditinjau bahwa pengenalan sebuah karya sastra mewajibkan pembaca untuk mengenal juga segi-segi lain, seperti tinjauan terhadap segi sosial budaya. Disadari bahwa masyarakat Bali sampai saat ini masih mempunyai kepercayaan yang tebal terhadap kekuatan lain yang dapat mengatasi kekuatan manusia itu sendiri secara individu, yang dinamakan kekuatan niskala. jatuh di jalan, sakit keras, bertemu ular besar, mimpi buruk dapat-dianggap sebagai peringatan dari kekuatan gaib itu. Seberapa jauh hal itu dapat mengubah hidup manusia tergantung kepada manusia-manusia pendukung masyarakat itu. Sebab tidak mustahil sifat manusia dapat berubah bukan hanya karena kekuatan gaib itu, tetapi juga karena manusia itu begitu percaya kepada kekuatan itu sehingga ia berusaha mengubah sifatnya. Kutipan di bawah ini memperjelas hal itu.

"Pidan kewah ngugu pituture inucap, sakewala jani uli niskala keweh teken panglemeke, tuara bani buin maboya." Gde Gombloh anggut­-anggut paliatne nrawa. Ngaton I Gede sapunika Wayan Duria mapajar malih, "Keweh saja nampi panglemek anak len, sajawaning mentik uli kenehe padidi. Sebenah pitutur anak leh kaden pelih, sawireh tusing anut teken kitan deweke." (Sunari, hal. 54).

"Dahulu sukar mempercayai nasihat tersebut, tetapi sekarang nasihat datang dari alam gaib, tidak berani lagi menolaknya." Gede Gombloh mengangguk-angguk pandangannya jauh. I Gede seperti itu Wayan Du­ria berkata lagi, "Memang sukar menerima nasihat orang lain, kecuali lahir dari pikiran sendiri. Betapapun benarnya nasihat orang lain akan isangka salah sebab tidak sesuai dengan maksud diri sendiri." (Sunari, hal.54).

Dialog-dialog antara Gede Gombloh dengan teman-temannya di warung yang menceritakan bahwa ia akan melanjutkan studinya ke IKIP Singaraja. Akan tetapi, ternyata Gede Gombloh menjadi seorang nelayan. Perubahan nasib itu tidak dijelaskan oleh pengarang. Demikian juga rencana untuk