Kakawin Arjuna Wiwaha (Balai Bahasa Prov. Bali)
Kakawin Arjuna Wiwaha niki silih tunggil koleksi Balai Bahasa Provinsi Bali sane kapupulang sareng program WikiLontar 2021 sane sampun puput. WikiLontar inggih punika program katalogisasi digital lontar sane kakaryanin Komunitas Wikimedia Denpasar ring sasih Januari - April 2021. Ring Balai Bahasa puniki wenten 142 cakep lontar saking makudang-kudang soroh.
lontar kakawin nikayang pemargin sang Arjuna
| |||
Wikipédia | |||
Inggih punika | Lontar, Kakawin | ||
---|---|---|---|
Malakar saking |
| ||
Soroh |
| ||
Genah | Gedong Kirtya, Museum Mpu Tantular, Beng, Gianyar, Gianyar, Sawan, Kapustakaan Kantor Dokuméntasi Budaya Bali, Balai Bahasa Bali | ||
Wit negara |
| ||
Genah pawedaran |
| ||
Nganggén basa |
| ||
Koleksi |
| ||
Klasifikasi Gedong Kirtya |
| ||
Tanggal pawedaran |
| ||
Linggah |
| ||
Lantang |
| ||
Akéh lempir |
| ||
| |||
Deskripsi
uahBahasa Indonesia
uahTeks ini terdiri dari 36 sargah, sargah pertama dengan mentrum sardulawikridhita sedangkan sargah terakhir dengan mentrum Wijayagari.
Pada intinya memuat kisah tentang tokoh Arjuna sebagai manusia yang paling di pilih oleh Batara Indra untuk melenyapkan raksasa Niwtakwaca yang memporak-porandakan Sorga. Ketika itu Arjuna sedang bertapa di gunung indrakila, maka Batara Indra mengutus tujuh bidadari cantik diantaranya Supraba dan Nilatama untuk Menggoda Arjuna bertapa. Tempat pertapaan Arjuna dilukiskan dengan panjang lebar detil terutama tentang tumbuh-tumbuhan sebagai pengejatawahan dari keindahan yang menabjukkan. para bidadari berusaha mengguna tapa Arjuna dengan bujuk rayu namun tidak berhasil. Akhirnya mereka terpaksa kembali ke sorga menyampaikan ihwal kegagalannya kepada Batara Indra. atara Indra khawatir akan keteguhan Arjuna bertapa yang akan berbuah yakni mendapatkan kesaktian dimana kesaktiannya itu hanya untuk kepentingan diri sendiri. Padahal, arjuna seorang ksatria yang teguh dan sakti diharapkan untuk menyelamatkan Sorga dari amukan keangkaramarkaan. Oleh karena itu, Batara Indra dengan wujud seorang pendeta mendatangi pertapaan Arjuna dan berdialog tentang darma (kewajiban) seseorang kesatria, dan tentang kelepasan (pembebasan total jasmani dan rohani). Setelah agak lama Arjuna sadar bahwa yang diajak berdialog adalah Batara Indra yang selanjutnya menyampaikan kepada Arjuna bahwa Batara Siwa akan segera memberikan anugerahnya. Sebelum memberikan anugerah Batara Siwa terlebih dahulu menguji keteguhan tapa Arjuna m adalah raksasa bernama muka berubah wujud menjadi seekor babi. Gunung tempat Arjuna bertapa dirusaknya. Arjuna bangkit lalu melesatkan panahnya dan bersamaan ke arah babi hutan itu. Saat itulah hadir Batara Siwa berubah wujud sebagai seorang pemburu yang juga melestarikan panahnya dan bersamaan dengan panah Arjuna mengenai babi hutan tersebut. Terjadilah perebutan anak panah Arjuna dan pemburu dan berlanjut pada perkelahian yang sama-sama tak terkalahkan. Secara mendadak pemburu itu hilang dan Batara Siwa menampakkan diri dalam wujud ardanareswara berdiri diatas bunga padma. Batara Siwa menganugerahkan panah Pasupati kepada Arjuna. Dengan senjata sakti itulah Arjuna berhasil menggunakan raksasa Niwatakawacam. Atas jasa tersebut maka Arjuna menukah (wiwaha) dengan dewi supraba.
Raja Niwatakawaca mengadakan persiapan untuk menyerang Kerajaan Indra di sorga. Berhubung raja raksasa itu tida dapat dikalahkan, Indra memutuskan untuk meminta bantuan kepada sang Arjun yang sedang bertapa di Gunung Indrakila, tetapi terlebih dahuu diuji ketabahannya dan melakukan yoga kerena ini juga merupakan jaminan agar bantuannya sungguh membawa hasil seperti yang diharapkan. Tujuh bidadari yang kecantiannya sangat menabjubkan, di antara mereka Tilotama dan Suprabha, diperintahkan untuk mengunjungi Arjuna lalu mempergunakan kecantikan mereka untuk merayunya.
Ketujuh bidadari itu sampai pada gua tempat sang Arjuna bertapa, terserap oleh semadi, lalu memperlihatkan sega kecantikannya dan mempergunakan semua akal untuk dapat mereka pikirkan guna menggodanya, tetapi sia-sia belaka. Dengaln rasa kecewa mereka pualng ke sorga dan melaporkan kepda Dewa Indra, tetapi bagi para dewa kegagalan mereka merupakan suatu sember kegembiraan kerena dengan demikian terbuktilah kesaktian Arjuna. Dewa Indra mengjenguk sang Arjuna dengan menyamar sebagai seorang bijak tua. Ia disambut dengan penuh hormat, dalam percakapan, Arjuna menegaskan bahwa satu-satunya tujuannya bertapa adalah mememnuhi kewajibannya selaku ksatria serta membantu kakaknya, Yudistrira, untuk merebut kembali kerajaannya demi kesejahteraan seluruh dunia.
Raja Niwatakawaca telah mendengar berita apa yang telah terjad di Gunung Indrakila. Dalam wujud seekor babi hutan ian menghancurkan hutan-hutan di sekitarnya. Arjuna terkejut oleh sega hiruk-pikuk, mengkat senjatanya dan keluar dari guanya. pada saat yang sama Dewa Siwa, yang telah mendengar bagaimana Arjuna melakukan tapa semadi dengan bauk sekali, tiba dalam wujud seorang pemburu. Pada saat yang sama, masing-masing melepaskan panah dan babi hutan itu twas. Kedua anak panah ternyata telah menjadi satu. Terjadilah perselisihan anatar sang Arjuan dan si pemburu, siapa yang dapat menuntut babi itu. Perselisihan semakin memuncak samapi terjadi perkelahian, Arjuna yang hampir kalah, memgang kaki lawannya, tetapi pada saat itu wujud si pemburu lenyap dan Siwa menampakkan diri. Arjuan memuja dengan suatu madah pujian dan mengungkapkan pengakuannya terhadap Siwa yang hadir dalam segala sesuatu. Dwa Siwa mengahdiahkan panah Pasupati sekaligus memberikan pengetahuan gaib tata cara penggunaan senjata itu.
Dewa Indra mengutus saisinya untuk membawa Arjuna ke sorga. Indra menerangkan keadaban yang tida begitu menguntukan bagi para dewa akibat niat jahat Niwatakawaca. Sanag Arjun dan Supraba diutus menemui NIwatakawaca. Supraba merayu sambil memuji kesaktian sang raja yang tak terkalahkan itu, lalu bertanya tapa macam apa yang mengakibatkan ia dianugrahi kesaktia yang luar biasa oleh Rudra. Niwatakawaca terjebak oleh bujukan Supraba dan membuka rahasyanya, ujung lidahnya merupakan kesaktannya. Ketika Arjuna mendengar rahasia itu, ia meninggalkan tempat persembunyiannya dan menghancurkan gapura istana. Niwatakawaca terkejut oleh kegaduhan yang dahsyat itu. Supraba mempergunakan sat itu untuk melarikan diri bersama Arjuna.
Meluaplah angkara murka sang raja yang menyadari bahwa ia telah tertipu, ia memerintahkan pasukannya agar segera berangkat menyerang para dewa di sorga. Menyusullah pertempuran sengit yang tidak menentu, sampai Niwatakawaca terjun ke medan laga dan mencerai-beraikan pasukan para dewa, yang dengan rasa malu terpaksa mundur. Arjuna yang bertempur di belakang barisan tentara yang sedang mundur berusaha menarik perhatian Niwatakawaca. Ketika raja raksasa itu mulai mengejar dan berteriak dengan amarahnya, Arjuna menarik busurnya, anak panah melesat masuk ke mulut sang raja, dan menembus ujung lidahnya, ia jatuh tersungkur lalu tewas.
Sang Arjuna menerima penghargaan atas bantuannya. Selama tujuh hari ia menikmati buah hasil dari kelakuannya yang penuh ksatria itu. Setelah ia dinobatkan menyusullah upacara pernikahan sampai tujuh kali dengan ketujuh bidadari itu. Ketika ketujuh hari itu sudah lewat, Arjuna mohon diri kepada Indra, ia diantar kembali ke bumi oleh Matali dengan sebuah kereta surgawi.
Naskah
uah[ 1 ][depan]
liriŋnikaŋᵒāswābhuṣaṇatanpadon·ktöktĕg·jugapahayunumuṅguḥriŋmata,waŕṇnaśapāmakularaŋkuraṅguyumahātagisigisipinĕmmamatyani,söŋniŋlaṭijugānwalaŋwalaŋṅar̥s·humulatawdhiluṅhi-
dĕwaja//waŕṇnakryankadimāstatūŕwahusinaṅliŋṅagalakamanistikuŋmata,ᵒāmbĕknyākul̥wiḥyatapwakalarākutankalarapanāŕkkaniŋmulat·,yekān·rājasāyānhanamacatuŕlismañaritaknar̥ṅwa
tapwaya,ndanriŋratrijugānkinon·tkapikūŋnyamajarumanatāmṅwaṅiŋwulan·//nāhantandhukigoṣṭiniŋsurawadhupakaśacaritkapnyamolaha,liṅsiŕpwarawirāsmihetuniŋṅadanhanātkaparinārikaṅbhya
siḥ,denyāṅendahakĕnmanisadhadudusahāyusahayutanpamiŕrwani,lwiŕmaṅgiṣṭamiṅiŋguladrawahatūŕnyākadimadhūhuwus·pinastikā//maṅkātsighrakatontikaŋwiwararāmyapinakapatapa
[belakang]
niṅahuŋ,lakṣminimataniṅaṅaraŋhayuntapinakāmṅambaninamar·,kadyanṅarasihasahan·pusmatamudeniṅumulatakata//tansamwasiṅamuharakūwaneḥgr̥ĕtaguluntakadihinura[aksara tidak jelas]
kitalitalintadenipaṅucalnyakalayumandĕŋ,rakryantumnĕŋṅasikitārituŋtuṅiŋ[aksara tidak jelas]stalugasumahura,hyaŋśrikarikahumaliwat:hadewaṅinikentakarikakakasiri||//ndāmsaŋnraparutapajade
niṅojaramaweŋlaṅitaṅalihakĕn·,nāmaṅhudanirawasirānpriyambadaniṅonaṅalawasaṅaraŋ,maṅketakarikasubhagantasaŋpadhalawan·spahiṅahabutan·,kadyāsanakaruhakĕmbaṅiŋka
tigatanpipipinar̥butan·//yanwehĕnaṅucaṣamarāṅhuwus·pjahaniṅkanpiragibhawana,saṅsāraṅumulatimatanhatibralaraniṅgapar̥kaṅacapa,rakryansiṣikarihula[aksara tidak jelas]